Selasa, 11 Maret 2014
Tempat Wisata Di Kalimantan Selatan
Berlibur merupakan hal yang harus dilakukan manusia agar tubuh menjadi fresh dan jiwa menjadi tenang ,wisata ke Kalimantan Selatan mungkin bisa menjadi tempat yang tepat untuk anda
Pasar Terapung Muara Kuin
Pasar Terapung Muara Kuin adalah pasar terapung tradisional yang berada di atas sungai Barito di muara sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.[1] Para pedagang dan pembeli menggunakan jukung, sebutan perahu dalam bahasa Banjar. Pasar ini mulai setelah salat Subuh sampai selepas pukul tujuh pagi. Matahari terbit memantulkan cahaya di antara transaksi sayur-mayur dan hasil kebun dari kampung-kampung sepanjang aliran sungai Barito dan anak-anak sungainya. Para pedagang wanita yang berperahu menjual hasil produksinya sendiri atau tetangganya disebut dukuh, sedangkan tangan kedua yang membeli dari para dukuh untuk dijual kembali disebut panyambangan. Keistemewaan pasar ini adalah masih sering terjadi transaksi barter antar para pedagang berperahu, yang dalam bahasa Banjar disebut bapanduk.
Kini pasar terapung Kuin dipastikan menyusul punah berganti dengan pasar darat. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Kuin harus menelan kekecewaan karena tidak menjumpai adanya geliat eksotisme pasar di atas air.
Kepunahan pasar tradisional di daerah "seribu sungai" ini dipicu oleh kemaruk budaya darat serta ditunjang dengan pembangunan daerah yang selalu berorientasi kedaratan. Jalur-jalur sungai dan kanal musnah tergantikan dengan kemudahan jalan darat. Masyarakat yang dulu banyak memiliki jukung, sekarang telah bangga memiliki sepeda motor atau mobil.
Museum Wasaka
Museum Wasaka adalah sebuah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Wasaka singkatan dari Waja Sampai Ka Puting yang merupakan motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
Museum bertempat pada rumah Banjar Bubungan Tinggi yang telah dialih fungsikan dari hunian menjadi museum sebagai upaya konservasi bangunan tradisional.
Terletak di Gang H. Andi
Jembatan Barito
Jembatan Barito adalah jembatan yang menghubungkan tepi barat sungai Barito (Kecamatan Anjir Muara) dan tepi timur Sungai Barito di (Kecamatan Alalak dekat Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia. Jembatan ini memiliki panjang 1.082 meter yang melintasi Sungai Barito selebar 800 meter dan Pulau Bakut selebar 200 meter. Jembatan ini terdiri dari jembatan utama sepanjang 902 meter, dan jembatan pendekat 180 meter, dengan lebar 10,37 meter. Merupakan akses jalan Trans Kalimantan dari Banjarmasin menuju ke Palangkaraya dan sebaliknya. Ketinggian ruang bebas jembatan utama 15 - 18 meter, sehingga bisa digunakan untuk lalu lintas perairan.
Jembatan Barito sering disebut pula jembatan Pulau Bakut, sesuai nama delta (pulau kecil) yang ada di bawahnya atau jembatan pulau Bakumpai, sesuai nama daerah tepi barat sungai Barito (sungai Banjar).
Jembatan ini pertama kali diresmikan pada tanggal 23 April 1997 oleh Presiden Soeharto
Pulau Kembang
Monyet-monyet yang sedang berendam di perairan Barito dekat pulau Kembang (difoto antara tahun 1910-1940).
Pulau Kembang adalah sebuah delta yang terletak di tengah sungai Barito yang termasuk di dalam wilayah administratif kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, provinsi Kalimantan Selatan. Pulau Kembang terletak di sebelah barat Kota Banjarmasin. Pulau Kembang ditetapkan sebagai hutan wisata berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 788/Kptsum12/1976 dengan luas 60 Ha.
Pulau Kembang merupakan habitat bagi kera ekor panjang (monyet) dan beberapa jenis burung. Kawasan pulau Kembang juga merupakan salah satu obyek wisata yang berada di dalam kawasan hutan di Kabupaten Barito Kuala.
Di dalam kawasan hutan wisata ini terdapat altar yang diperuntukkan sebagai tempat meletakkan sesaji bagi " penjaga" pulau Kembang yang dilambangkan dengan dua buah arca berwujud kera berwarna putih (Hanoman), oleh masyarakat dari etnis Tionghoa-Indonesia yang mempunyai kaul atau nazar tertentu. Seekor kambing jantan yang tanduknya dilapisi emas biasanya dilepaskan ke dalam hutan pulau Kembang apabila sebuah permohonan berhasil atau terkabul.
Rumah Joglo Gudang
Rumah Joglo atau Rumah Joglo Gudang adalah satu rumah tradisional daerah Kalimantan Selatan (rumah Banjar) yang memiliki atap limas. Rumah Joglo disebut juga Rumah Bulat. Rumah seperti ini juga terdapat di kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Rumah Bulat ini terdapat di Desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala. Bentuk bangunan rumah Joglo terdiri atas 3 susunan atap limas yang berderet ke belakang dengan satu tambahan atap limas yang lebih kecil pada paling belakang yang merupakan bangunan dapur (Padu). Rumah limas seperti ini kalau di Jawa disebut Rumah Limasan Endas Telu merupakan tiga atap limas yang berderet ke belakang.
Di Banjarmasin juga terdapat jenis rumah Joglo yang disebut Joglo Gudang yaitu satu buah atap limas dengan disambung atap Sindang Langit di depan dan atap Hambin Awan di belakang. Terdapat juga model Joglo Gudang yang besar dengan tambahan serambi Pamedangan hingga ke samping kiri dan samping kanan rumah.
Secara etimologi berasal dari kata Joglo dan gudang. Dinamakan Rumah Joglo karena menyerupai model rumah limasan suku Jawa yang disebut rumah Joglo, sedangkan istilah 'gudang' karena pada bagian kolong rumah (yang dalam bahasa Banjar disebut berumahan) dipergunakan sebagai gudang untuk menyimpan hasil hutan, karet yang merupakan komoditas perdagangan pada zaman dulu.
Di Banjarmasin, rumah jenis ini banyak ditempati orang Tionghoa-Banjar. Rumah Joglo Gudang merupakan salah khasanah kekayaan arsitektur daerah Kalimantan Selatan yang pernah berkembang pada masa lampau.
Benteng Madang
Di Padang Batung sebelah utara anda akan bertemu dengan sebuah desa yang bernama Madang dengan dataran cukup tinggi menyerupai sebuah gunung. Dataran tinggi tersebut kemudian ditata dan dibuat oleh Tumenggung Antaluddin atas permintaan dari Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman kemudian dijadikan benteng pertahanan pasukan Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman dalam menghadapi serangan serdadu Belanda. Tercatat ada lima kali serangan yang dilakukan oleh serdadu belanda dan semuanya dapat dikalahkan oleh pasukan Pangeran Hadayatullah dan Demang Lehman. Serangan-serangan serdadu Belanda dilakukan pada tanggal 3, 4, 13, 18 dan 22 September 1860. Pada serangan yang keempat tanggal 18 September 1860, pasukan infantry serdadu bgelanda yang dipimpin oleh Kapten Koch dihajar habis-habisan oleh pasukan Pangeran Hidayatullah dan Demang lehman, sehingga banyak serdadu Belanda yang tewas termasuk Kapten Koch.
Saat ini Benteng Madang telah ditata dan direnovasi oleh Pemerintah daerah Hulu Sungai Selatan dengan anak tangga lebih dari 400 buah dan dapat dituju dengan menggunakan mobil dengan jarak ± 8 Km dari Kota Kandangan.
Candi Agung
Candi Agung adalah sebuah situs candi Hindu berukuran kecil yang terdapat di kawasan Sungai Malang, kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Candi ini diperkirakan peninggalan Kerajaan Negara Dipa yang keberadaannya sezaman dengan Kerajaan Majapahit.
Candi Agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Khuripan yang dibangun oleh Empu Jatmika abad ke XIV Masehi. Dari kerajaan ini akhirnya melahirkan Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Menurut cerita, Kerajaan Hindu Negaradipa berdiri tahun 1438 di persimpangan tiga aliran sungai. Tabalong, Balangan, dan Negara. Cikal bakal Kerajaan Banjar itu diperintah oleh Pangeran Suryanata dan Putri Junjung Buih dengan kepala pemerintahan Patih Lambung Mangkurat. Negaradipa kemudian berkembang menjadi Kota Amuntai.
Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh batu dan kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di candi ini juga ditemukan beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang digunakan untuk mendirikan Candi ini pun masih terdapat di sana. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata merah. Namun bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa. Batu bata yang ditemukan berukuran besar mirip dengan batu bata yang juga ditemukan situs candi Kayen di Dusun Buloh Desa Kayen di Jawa Tengah
Gua Batu Hapu
Gua Batu Hapu adalah objek wisata yang terletak di dekat pasar Binuang tepatnya di desa Batu Hapu, kecamatan Hatungun, Tapin yang bisa ditempuh 43 Km dari Kota Rantau dan 154 km dari Kota Banjarmasin. Goa Batu Hapu dari pasar Binuang masuk sejauh 16 km dengan jalan yang sudah cukup baik, ditempuh dengan jalan santai sambil menikmati pemandangan kehidupan pedesaan dan nuansa alam pegunungan selama 30 menit, goa ini terletak dipegunungan sehingga yang mempunyai hobi tantangan panjat tebing disinilah nyalinya diuji, tetapi risiko ditanggung sendiri karena belum diasuransikan, masyarakat di sekitar goa siap bermitra dengan wisatawan yang berkeinginan bermalam sambil menikmati makanan dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Goa Batu Hapu merupakan goa yang mempunyai panorama luar biasa yang mempunyai stalagnit dan stalagmit menghiasi dalam goa yang dapat menggugah kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dalam ciptaan-Nya sebagai pelajaran pengetahuan alam, goa ini telah mendapatkan sentuhan perbaikan dan penataan, Pemerintah Daerah sehubungan kerusakan yang diakibatkan keserakahan oknum manusia yang hanya mengejar keuntungan ekonomi sesaat tanpa mensyukuri nikmat lainnya yang disediakan oleh alam.
Menurut legenda yang sampai sekarang menjadi mitos masyarakat setempat tentang asal usul terjadinya Goa Batu Hapu ini adalah Raden Penganten yang dikutuk oleh ibunya, Diang Ingsun menjadi batu dan di antara pecahan kapalnya menjadi gunung dan goa yang ada s sekarang ini.
Candi Laras
Candi Laras adalah situs candi berukuran kecil yang terdapat di desa Candi Laras, Candi Laras Selatan, Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan yang ditemukan pada lokasi yang dinamakan penduduk dengan sebutan Tanah Tinggi yang terletak pada posisi koordinat 2°52',6" LS dan 114°56'0,7" BT. Pada situs candi ini ditemukan potongan-potongan arca Batara Guru memegang cupu, lembu Nandini dan lingga. Semuanya disimpan di Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Letak candi ini tidak berada pada lokasi yang strategis, sehingga diperkirakan candi ini didirikan untuk maksud-maksud tertentu dan diperkirakan merupakan candi kenegaraan. Di dalam daerah yang berdekatan dengan candi ini, yaitu di daerah aliran sungai Amas ditemukan pula sebuah arca Buddha DÄ«pankara dan potongan batu yang bertuliskan aksara Pallawa yang berkaitan dengan agama Buddha, berbunyi "siddha" (selengkapnya seharusnya berbunyi "jaya siddha yatra" artinya "perjalanan ziarah yang mendapat berkat"). kalimat tersebut mengingatkan pada baris ke sepuluh prasasti kedukan bukit peninggalan kerajaan Sriwijaya abad ke 7 M "Sriwijaya jaya siddha yatra subhiksa". kemiripan kalimat pada kedua prasasti mungkin menunjukan adanya hubungan antara kerajaan Sriwijaya dengan Tapin. Berdasarkan penemuan benda arkeologi yang ditemukan situs ini berasal dari abad ke-8 atau ke-9. Situs purbakala Candi Laras ini diperkirakan dibangun pada 1300 Masehi oleh Jimutawahana, keturunan Dapunta Hyang dari kerajaan Sriwijaya. Jimutawahana inilah yang diperkirakan sebagai nenek moyang warga Tapin
Pantai Swarangan
Panorama matahari terbit di Pantai Swarangan, Tanah Laut.
Pantai Swarangan adalah sebuah pantai di desa Swarangan, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Pantai Batakan
Pantai Batakan adalah sebuah pantai di kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Indonesia. Di lepas pantai Batakan dapat kita jumpai Pulau Dat.u yang merupakan obyek wisata ziarah yaitu makam seorang ulama yang juga dianggap seorang wali Allah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar